Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan menuntut akurasi dan kelengkapan berkas medis yang tinggi, terutama untuk layanan berbiaya besar seperti CT Scan dan MRI. Proses Administrasi Scan yang cermat dan detail adalah fondasi yang menentukan apakah klaim rumah sakit akan diverifikasi dan disetujui. Kegagalan dalam mencatat riwayat pasien, indikasi medis yang jelas, dan hasil interpretasi yang sah dapat berujung pada penolakan klaim, yang merugikan penyedia layanan kesehatan.
Kelengkapan berkas imaging adalah kunci utama dalam Administrasi Scan yang baik. Berkas harus mencakup surat perintah dokter yang jelas (disertai indikasi klinis), persetujuan tindakan medis (informed consent), laporan radiologi resmi yang ditandatangani, serta bukti fisik atau digital dari citra scan itu sendiri. BPJS dan verifikatornya sangat menekankan pada korelasi antara indikasi awal dan temuan radiologis. Jika temuan tidak mendukung klaim, verifikasi dapat terhambat.
Sistem verifikasi klaim BPJS mengandalkan data terstruktur dan rapi. Oleh karena itu, bagian administrasi wajib memastikan semua input data ke dalam sistem klaim elektronik (e-Klaim) sesuai dengan data manual di rekam medis. Penggunaan kode diagnosis (ICD-10) dan kode prosedur (ICD-9-CM) yang akurat dan terkini, yang merujuk pada pemeriksaan CT Scan atau MRI, harus menjadi bagian tak terpisahkan dari alur Administrasi Scan. Kesalahan pengkodean dapat menjadi celah penolakan klaim.
Untuk memutus bottleneck administrasi, institusi kesehatan perlu berinvestasi pada pelatihan staf administrasi khusus JKN/BPJS. Staf harus memahami secara mendalam aturan coding dan persyaratan kelengkapan berkas untuk setiap jenis scan. Dengan prosedur Administrasi Scan yang terstandarisasi, efisien, dan berbasis digital, rumah sakit dapat mempercepat proses reimbursement sambil tetap memenuhi standar audit BPJS. Ini adalah langkah strategis untuk menjaga stabilitas finansial di era JKN.
