Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menjadi pilar utama pembiayaan kesehatan di Indonesia, namun tidak lepas dari berbagai yang kompleks. Kekhawatiran baru muncul dari kalangan rumah sakit swasta terkait rencana penerapan skema co-payment untuk asuransi swasta. Mekanisme pembayaran bersama ini, meskipun bertujuan menekan moral hazard dan klaim berlebihan, justru dikhawatirkan dapat memicu konsekuensi yang tidak terduga bagi keberlangsungan bisnis layanan kesehatan.
Skema co-payment mewajibkan peserta asuransi swasta menanggung persentase tertentu dari total klaim pengobatan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong peserta agar lebih selektif dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan layanan medis, sehingga menekan rasio klaim yang melonjak. Namun, bagi para pengelola, muncul spekulasi bahwa kebijakan ini berpotensi membuat masyarakat kembali beralih sepenuhnya ke JKN.
Kekhawatiran utama para bos adalah penurunan signifikan jumlah pasien yang menggunakan asuransi swasta. Secara historis, pembayaran dari asuransi swasta seringkali lebih cepat dan memiliki tarif yang lebih tinggi dibandingkan klaim JKN. Jika peserta asuransi swasta memilih untuk sepenuhnya bergantung pada JKN demi menghindari co-payment, maka arus kas dan pendapatan rumah sakit swasta akan tertekan secara serius.
Meskipun JKN telah menjadi sumber pembiayaan utama, rumah sakit swasta masih mengandalkan asuransi komersial untuk menutupi selisih tarif, investasi teknologi, dan peningkatan kualitas layanan. Ketergantungan yang berlebihan pada satu skema pembiayaan dapat menimbulkan risiko finansial baru. Oleh karena itu, co-payment ini menjadi isu JKN yang merembet ke sektor komersial.
Para pengusaha rumah sakit swasta menyambut baik upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyehatkan industri asuransi melalui co-payment. Akan tetapi, mereka menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi antar regulator, BPJS Kesehatan, dan penyedia layanan. Tanpa kesamaan persepsi, skema co-payment berpotensi menggeser beban ke layanan publik JKN alih-alih meratakan risiko.
Solusi yang diusulkan untuk mengatasi isu JKN dan co-payment ini adalah penguatan Coordination of Benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Mekanisme CoB yang jelas dan efisien akan memungkinkan peserta BPJS Kesehatan untuk meningkatkan layanan di rumah sakit swasta tanpa memberatkan mereka secara finansial. Ini menjadi kunci menjaga keseimbangan pembiayaan.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa kebijakan co-payment tidak diterapkan secara kaku, melainkan memiliki fleksibilitas berdasarkan jenis penyakit dan kelas perawatan. Tujuannya bukan untuk menghukum pasien, melainkan untuk menciptakan kesadaran biaya. Kejelasan regulasi menjadi sangat penting agar rumah sakit swasta dapat beradaptasi tanpa harus mengorbankan kualitas layanan.
